Asahan-Bersuarakyat.online
5 November 2025 -Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Menteri Nusron Wahid menegaskan sikap tegas pemerintah pusat:
“Setiap perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) wajib menyediakan minimal 20 persen dari luas HGU-nya untuk lahan plasma masyarakat sekitar. Bila tidak dipenuhi, izin HGU dapat dicabut.”
Pernyataan tersebut menegaskan tanggung jawab sosial dan legal perusahaan perkebunan agar kehadirannya memberi manfaat langsung kepada masyarakat di sekitar kebun. Namun, klarifikasi Dinas Pertanian Kabupaten Asahan terkait pelaksanaan program Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar (FPKM) oleh PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (PT BSP) justru menimbulkan tanda tanya besar.
Dalam penjelasannya, Dinas Pertanian Asahan menyebut PT BSP telah merealisasikan 19 persen FPKM dari luas kebun inti perusahaan, mengacu pada UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Permen Pertanian Nomor 18 Tahun 2021.
Dinas juga merilis daftar 29 desa kemitraan di 16 kecamatan sebagai penerima manfaat program FPKM tersebut.
Namun, hasil konfirmasi lapangan yang dilakukan wartawan justru memperlihatkan fakta berbeda.
Beberapa kepala desa yang disebut dalam daftar menyatakan tidak pernah mengetahui atau menerima program kemitraan dari PT BSP di wilayah mereka.
Kepala Desa Gunung Berkat: “Sepengetahuan saya, tidak ada program kemitraan PT BSP di desa kami.”
Kepala Desa Teladan: “Tidak ada kegiatan kemitraan bidang pertanian, hanya pembersihan parit tahun lalu.”
Kepala Desa Padang Sari: “Tidak ada pola kemitraan dari PT BSP di sini.”
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa klaim realisasi 19 persen oleh Dinas Pertanian Asahan belum didukung bukti faktual di lapangan.
Selain itu, beberapa desa yang disebut masuk dalam program justru tidak berada di sekitar areal kebun PT BSP, yang secara hukum tidak memenuhi syarat sebagai penerima FPKM sesuai Permen Pertanian No. 18 Tahun 2021 Pasal 3 dan 6.
Pernyataan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid yang menekankan kewajiban plasma harus diambil dari areal HGU perusahaan dan ditujukan khusus untuk masyarakat sekitar kebun, bertolak belakang dengan pelaksanaan versi Dinas Pertanian Asahan yang justru bersifat administratif dan tidak berbasis lokasi faktual.
Artinya, meski Dinas Pertanian mengklaim capaian 19 persen, implementasi tersebut tidak mencerminkan kewajiban hukum agraria sebagaimana diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 2014 Pasal 58 dan kebijakan ATR/BPN tentang 20 persen HGU untuk plasma.
Kepala Dinas Pertanian Asahan menyatakan urusan HGU merupakan kewenangan ATR/BPN, namun di sisi lain dinas tetap mengeluarkan data capaian FPKM PT BSP tanpa koordinasi dengan lembaga agraria tersebut.
Kondisi ini menciptakan tumpang-tindih kewenangan dan menimbulkan kerancuan informasi publik mengenai sejauh mana perusahaan benar-benar memenuhi kewajiban hukumnya.
Sekretaris Jenderal DPP LSM TAWON, R.MARULITUA L.TORUAN menilai kondisi ini sebagai bentuk lemahnya pengawasan daerah.
“Banyak desa yang disebut Dinas Pertanian diduga tidak berada di sekitar kebun PT BSP. Ini jelas menyalahi prinsip dasar FPKM. Pemerintah daerah harus jujur kepada publik, jangan ada udang di balik batu,” tegasnya.
UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Pasal 58 ayat (1):
“Perusahaan perkebunan wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling sedikit 20 persen dari total luas areal yang diusahakan.”
Permen Pertanian No. 18 Tahun 2021 tentang FPKM, Pasal 3 dan 6:
“Fasilitasi kebun masyarakat diberikan kepada pekebun yang berada di desa sekitar kebun inti perusahaan.”
Kebijakan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid (2025):
“Kewajiban 20 persen plasma harus berasal dari areal HGU perusahaan. Bila tidak dipenuhi, izin HGU akan ditinjau bahkan dicabut.”
Dari ketentuan tersebut, pelaksanaan FPKM PT BSP di Asahan seharusnya diverifikasi ulang oleh Kementerian ATR/BPN dan Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara untuk memastikan kesesuaian dengan hukum dan kondisi faktual lapangan.
Pantauan media menilai bahwa laporan capaian FPKM oleh Dinas Pertanian Asahan tidak boleh dijadikan dasar legalitas pemenuhan kewajiban 20 persen, sebelum diverifikasi oleh tim lintas kementerian dan disertai data lokasi, peta, serta daftar penerima manfaat yang valid.
Kementerian ATR/BPN bersama Kementerian Pertanian diminta melakukan audit lapangan terbuka dan transparan, agar publik mengetahui sejauh mana komitmen PT BSP terhadap kewajiban sosialnya kepada masyarakat sekitar kebun.
Penulis: Tim Redaksi

